Selalu saja ada kejutan yang menggelikan, membuat terkikik sembari diajak berpikir pada setiap pementasan The Indonesia Choir (TIC) dan The Indonesia Children Choir (TICC). Sejatinya di setiap pembukaan sebuah konser yang membutuhkan ketenangan dan konsentrasi, pembawa acara akan membuka dengan memberitahu penonton untuk memperhatikan beberapa peraturan yang diberlakukan selama berlangsungnya pementasan. Namun, tidak demikian dengan konser interaktif yang berlangsung di Auditorium Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Rabu malam (8/10/2014) lalu.
Konser diawali dengan penampilan TICC membawakan Di Timur Matahari, sebuah ajakan untuk bangkit dan melihat sebuah cahaya baru sebagai penerang langkah membangun masa depan. Sebelum berlanjut ke lagu kedua, Garuda Pancasila skenario penampilan mereka “terganggu” dengan hilangnya suara dari potongan gambar yang ditampilkan di layar sebagai pembuka konser.
Kesalahan teknis dapat merusak konsentrasi para penampil (dan penikmat seni/penonton), pun dapat pula diramu dengan kreatif menjadi bonus pementasan di luar skenario dalam seni pertunjukan. Di sinilah kelebihan seorang Jay Wijayanto, pendiri dan konduktor TIC/TICC merangkap pembawa acara dalam menyikapi setiap kendala teknis yang terjadi menjadi sajian menarik yang menyatu menjadi rangkaian seni yang melarutkan emosi penonton menikmati konser tanpa terganggu.
Di pentas bertajuk Hikayat Perisai Sakti, Jay seperti biasa mengajak berinteraksi para penampil maupun penonton sepanjang pentas. Ragam tanya dan kritik yang dilontarkan dengan lelucon mengundang gelak tawa yang hadir.
“Malam ini saya terpaksa mengantongi handphone karena saya sedang menunggu telpon penting apakah orang itu jadi datang atau tidak,”ujar Jay di jeda lagu. Ketika orang penting yang dinanti berhalangan hadir, keriuhan kecil kembali terjadi karena tanpa menanti aba-aba, operator berinisiatif menembakkan gambar orang penting yang dinanti semua orang ke layar di atas panggung.
Gelar konser tahunan TIC/TICC kali ini sekaligus sebagai ungkapan syukur atas usainya pesta demokrasi Indonesia yang rencananya dihadiri oleh Joko Widodo, presiden terpilih sebagai penampil tamu. Namun, dikarenakan ada agenda lain yang tak dapat ditinggalkan maka kehadiran Jokowi pun diwakili oleh sebuah maskot yang didudukkan di atas tifa di tengah panggung.

Kolaborasi TIC dan Maranatha University Choir membawakan Melati Suci; tampak sebelah kanan konduktor maskot Jokowi
Maranatha University Choir yang Juli 2014 lalu memenangkan “The 10th International Choir Competition” di Miltenberg, Jerman; juga tampil malam itu mengenakan kostum Papua. Mereka membawakan secara medley dua lagu daerah Marencong-rencong dan He Yamko Rame serta Melati Suci bersama TIC.
Berbeda dengan konser-konser sebelumnya di Hikayat Perisai Sakti; TICC yang telah mengukir nama di ajang internasional; mendapat porsi lebih banyak untuk tampil tak hanya sebagai pemanis pementasan. Selain sebagai penampil pembuka konser, TICC pun membawakan lagu daerah Cik Cik Periuk, Tak Tong Tong, Piso Surit, Rek Ayo Rek dan Sik Sik Sibatumanikam dengan suara beningnya yang menguatkan keyakinan Jay Wijayanto bahwa budaya adalah pintu masuk mengenal suatu bangsa dan musik adalah media yang kuat untuk mengembangkan kepribadian dan membangun identitas bangsa.
Hal ini dipertegas dengan kolaborasi TICC dengan Sekaa Gerantang dari Munduk Bali yang membawakan Janger. Dua gadis belia dengan kostum Bali menari bersama TICC diiringi gerantang Munduk. Menjadi pementasan yang sangat berkesan karena untuk tampil di Hikayat Perisai Sakti, Made Trip khusus menciptakan gerantang dengan nada dasar C untuk mengiringi TICC. Gerantang pertama kali diciptakan oleh I Putu Togo, ayah Made Trip sebagai alat musik untuk keluarga pada 1947.
Meski tak bertemu Jokowi, mewakili Sekaa Gerantang; Putu Ardana mengungkapkan syukur bisa menjadi bagian dari pementasan seni sebagai wujud syukur dan terima kasih untuk Indonesia tercinta.
Keluar dari auditorium, saya pun teringat potongan syair Ekspresi yang dipopulerkan oleh Titi DJ pada era 90’an yang malam itu didendangkan dengan gerak apik oleh TICC:
begitu sarat hal yang mungkin
dan dapat kita perbuat
untuk berbagi rasa
berbagi suka
dengan cara yang mulia
wujudkan semua harapan
ke dalam cipta dan seni
mari berkarya
dalam puisi dan lagu
musik dan tari
Layar perak panggung gerak
adalah tempat kita
insan dunia ekspresikan diri
Mari bertanya pada sanubari masing-masing, apa yang telah kau beri untuk Indonesia? Ekspresikan dirimu! Saleum [oli3ve].
