Tinggal dan beraktifitas di Jakarta mesti pandai-pandai mengatur strategi, termasuk ketika membuat janji pertemuan dengan seseorang di satu tempat. Selain pertimbangan waktu, satu hal yang juga wajib diperhitungkan adalah traffic. Sehingga ketika waktu pertemuan dan tempat telah disepakati, perkiraan jarak tempuh untuk sampai di tujuan pun dapat diperhitungkan dengan baik.
Hal itu pulalah yang menjadi pertimbangan ketika mengatur pertemuan dengan seorang sahabat saya, Indri Juwono. Senin sore dari salah satu sudut ruang di lantai tiga kantor, saya mengintip arus lalu lintas menuju selatan Jakarta semakin padat merayap. Menghindari terjebak di kepadatan lalu lintas, kami memutuskan untuk bertemu di titik tengah. Maka, Graffiti Restaurant pun menjadi pilihan untuk menikmati malam sembari menanti mengurainya kepadatan lalu lintas hingga perjalanan pulang sedikit lega. Pk 18.00 Indri melaju dari Pondok Indah mengarah ke selatan, lima belas menit kemudian saya pun melenggang dari kantor menuju Hotel Mercure Jakarta Simatupang dimana Graffiti Restaurant berada.
Melangkah ke dalam resto yang berada di sisi kiri lobi hotel, langkah disambut ragam ornamen jam dinding serta jejeran telepon kuno menggantung di sisi kiri dinding resto. Pigura-pigura berisi dokumentasi perjalanan terutama yang berhubungan dengan kereta api tampak menggantung di tiga pilar yang berdiri tegak di tengah ruang. Tak jauh dari salah satu pilar, kami memilih sofa empuk berwarna biru untuk menikmati keheningan di dalam ruang yang sedikit temaram hingga detak jam bergulir pun sayup hinggap di ujung telinga.
Graffiti Restaurant menyediakan sajian makanan internasional, asia dan juga Indonesia dengan beraneka menu favorit. Karena lidah sedang ingin menikmati sensasi yang berbeda, berdasarkan rekomendasi dari Arini N. Yulianti, PR & E-Commerce Manager Sales & Marketing, Mercure Jakarta Simatupang yang menemani kami malam itu; Indri pun memesan Crusty Salmon yang disajikan dengan tagliatelle pasta yang terbuat dari ubi serta potongan sayuran serta Strawbunny untuk menyegarkan tenggorokan.
Pilihan saya jatuh pada Roasted Duck Breast yang dipadu dengan polenta dan pogmery mustard sauce serta paduan timun dan apel dalam segelas Green Light. Tak ketinggalan Singaporean Noodles pilihan mas Bayu serta Calamary yang diicip rame-rame. Sembari menanti pesanan datang, lidah tak dibiarkan menganggur karena di meja telah tersaji compliment bread berisi cheese bread stick dan roti manis yang dilengkapi dengan butter.
Mercure Simatupang adalah compact hotel yang dibangun untuk memfasilitasi para bussiness traveler yang membutuhkan tempat untuk beristirahat sesuai melakukan pertemuan demi pertemuan dengan koleganya di selatan Jakarta. Arini meyakini Mercure Simatupang sebagai satu-satunya hotel yang mengusung graffiti yang menghiasi dinding hotel menjadi bagian dari restonya dengan konsep modern yang dipadu dengan unsur klasik.
Bayangan mesin jam yang melintang menggantung dari atas langit-langit membawa imaji berputar ke masa 1930an. Seperti dibawa putaran waktu menikmati sajian makan malam bersama Hugo Cabret di salah satu sudut stasiun Montparnasse, Paris.
Penasaran untuk melihat situasi lalu lintas di selatan Jakarta serta menikmati Jakarta sejauh 360 derajat, usai bersantap kami beranjak ke Karumba Rum Bar & Resto di lantai 19. Hadir dengan konsep west indies, Karumba dilengkapi dengan kolam renang kecil yang dikelilingi oleh meja untuk bersantai serta pilhan indoor dan outdoor. Sesuai dengan namanya, musik yang mengalun di rooftop Mercure Simatupang ini pun bernuansa R&B Soul, Reggae, Latin Jazz ala Karibia. Bila tak mengingat esok harus kembali beraktifitas, enggan rasanya untuk beranjak dari lantai 19 [oli3ve].
